Balada Rajawali kepada Seekor Camar

Rajawali berkata kepada Camar:

Salah satu sikap hidup seekor rajawali di ketinggian gunung batu. Diperhatikannya sayap-sayap itu sudah tidak mampu terbang tinggi lagi. "menambal" bukan solusi. "membiarkan" tidak mampu dia lakukan. Dengan paruhnya ia mencabut bulu-bulu yang ada tanpa berpikir apa selanjutnya. Tak disadari paruh yang dipakai patah! Apa daya...ia menengok ke cermin danau kecil di bawahnya. Aduh...betapa jelek diriku. Ia berlari kembali ke sarang mencoba mengambil bulu-bulu yang masih bisa dipergunakan sebagai "bulu palsu" lebih dikenal dengan kata "wig" itu tidak menampilkan seindah kepak aslinya. Rupanya itulah saat untuk "berdiam diri". Tak disadari kepak itu tumbuh kembali. Bulu-bulu halus menempati kembali tempat-tempat kepak sayap yang tercabut, di paruh yang patah berganti dengan paruh yang jauh lebih indah.
Balada Rajawali ini adalah kisah kehidupanku *seorang anak manusia yang Tuhan ijinkan menghadapi penyakit kanker, ini adalah cerita kehidupannya. *lalu ia pun melanjutkan kisahnya. Menyadarkan keterbatasanku. Menumbangkan keangkuhanku. Menundukkan kepala kesombonganku. Dengan lirih hanya mampu berkata PADA WAKTU AKU LEMAH KASIH KARUNIA ALLAH CUKUP BAGIKU. INDAH RUPANYA ketika aku ke luar dari "salon Allah" semuanya berganti, berubah dengan menjadikan aku semakin secantik rencana Allah. Terima kasih Tuhan, Engkau selalu buat yang terbaik bagiku. (Chemo I, Senin, 12 Sept 2011).

Camar hanya berani berkata kepada Rajawali dalam hatinya:

Aku adalah camar. Aku terbang hanya untuk makan. Aku tercipta untuk memekik-mekik dan berkelahi dengan anggota kawananku di sekitar dermaga dan perahu nelayan. Aku hidup hanya untuk mengejar kepingan-kepingan ikan dan remahan roti. Aku burung camar. Aku terbatas dalam sifat-sifatku. Aku tidak pernah repot-repot mempelajari lebih dari cara terbang yang paling sederhana -bagaimana caranya pergi dari pantai untuk mencari makanan dan kembali lagi -. Bagiku bukan terbang yang penting, melainkan makan.

Namun engkau (berkata pada sang Rajawali), engkau hidup untuk menikmati angin. Di dalam otakmu terdapat peta tentang begitu banyak cara untuk terbang. Engkau memiliki sayap pendek untuk meluncur dengan kecepatan tinggi, dan engkau memperoleh makananmu dengan penuh kebanggaan diri, bukan seperti aku yang hanya bisa menanti kepingan ikan dan remahan roti yang sebetulnya adalah "sampah", itupun harus melalui rasa kasihan manusia. Namun ini adalah hidupku yang lama...

Terima kasih Rajawali, karena melalui hidupmu aku berani meninggalkan hidupku yang lama. Melalui mata tajam penuh belas kasih yang tulus kau tuntun aku naik ke gunung Allah, tempat dimana engkau mendapat kekuatan. Dengan paruh keras yang penuh kesabaran, kau ajar aku untuk bernyanyi. Meskipun suaruku tidak semerdu burung pipit, namun kau mengajarkanku tentang keberhargaan diri dan rasa syukur akan apa yang Tuhan sudah berikan kepadaku, tidak berhenti di sini, namun kau pertemukan aku dengan kawananku yang lain, yang telah lebih awal menapaki jalan yang kau tempuh. Melalu kepak sayapmu yang penuh kehangatan kau dekap aku melalui doamu. Doamu memberikan kekuatan untuk kembali bangkit disaat angin terasa begitu kencang. Hingga pada akhirnya aku terbang, sungguh-sungguh terbang untuk menikmati angin, bersama kekuatan Allah yang kau tunjukan kepadaku.

Komentar

  1. Thanks kakak...

    yang bagian atas itu sebenarnya sms yang dikirimin langsung sama sang tokoh. Aku ngerasa sayang buat hapus smsnya, kebetulan aku juga lagi baca ulang buku "jonathan livingstoon si burung camar". Semoga menguatkan!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Integrasi Teologi dan Psikologi

The last day in UKRIDA